BAPER alias Bawa Perasaan alias sensitif dan terlalu peka itu kalau dipikir-pikir bagus. Artinya orang itu punya perasaan yang lembut dan mudah tersentuh. Jadi, nasihat walau berbungkus sindiran lantas baper, ya berarti hatinya masih lembut.
Karena zaman sekarang itu, banyak orang sudah tidak tahu malu. Salah tapi berlagak seperti 'korban.' Salah tapi sama sekali tidak merasa salah. Ya karena hatinya sudah membatu. Hati membatu itu biasanya sumbernya karena ego yang besar, Ego besar itu temannya serakah/tamak. Orang kalau sudah watak dasarnya tamak, rasa malunya sudah hilang bahkan harga juga sudah entah ke mana.
Mungkin ini salah satu tulisan tentang BAPER yang besok-besok sepertinya aku akan nulis lagi soal BAPER. Tentu dengan sudut pandang yang berbeda.
MEMAHAMIKU.....
Tulisan adalah kenangan. Menulis adalah mengenang. Namun kita tak mampu menulis tanpa bekal membaca. Menulislah agar tak tertelan waktu begitu saja. Semoga bermanfaat
Rabu, 06 Februari 2019
Minggu, 20 Januari 2019
Menikah Dengannya
Tidak butuh waktu lama ia merasa yakin untuk memintaku menikah dengannya. Hanya dalam tiga kali bertemu, dia mendesak untuk menikah denganku. Entah keyakinan apa yang ada di benaknya, sehingga membuatnya yakin bahwa aku adalah jodohnya.
Kenangan itu adalah yang paling terindah buatku. Dia memintaku menikah dengannya. Perempuan mana yang tidak merasa tersanjung dengan hal itu.
Berawal dari sapaan di facebook. Bersambung dengan obrolan. Lalu bertukar nomor ponsel dan berkomunikasi melalui gawai. Terus begitu dan terus begitu. Lalu beberapa kali ia berupaya jumpa darat.
"Aku sudah beberapa kali kecewa dan gagal menikah. Ada yang mengganjal yang membuatku membatalkan menikahi wanita, terutama restu ibuku. Ayo ke rumahku kukenalkan pada orangtuaku," begitu ajaknya kepadaku suatu hari.
Lalu akupun bertemu dan berkenalan dengan orangtuanya. Ayahnya petani dan hanya tamatan SMP. Ibunya guru di sekolah berbasis agama. Mereka dengan keluguannya, sangat menarik. Sederhana, dan polos.
Aku cerita semua kisah hidupku pada ibunya. Semua. Tidak ada yang kukurangi. Apa adanya. Jikalaupun nanti ibunya tidak merestui atau tidak yakin padaku, aku katakan saat itu bahwa aku dan dia bisa melanjutkan hubungan sebagai saudara, dan aku sudah siap mental untuk itu. Karena sejak perjalanan hidupku yang terhempas batu karang, aku sudah tidak pernah lagi terlalu banyak berharap dan berangan-angan jauh. Jalani saja apa adanya.
Esoknya, sepulang dari rumahnya, ia bilang padaku, bahwa Ibunya menanyakan kapan dia melamarku. Allahu Akbar.......secepat inikah? Setelah semua hempasan karang dan gelombang pasang kehidupan baru saja pergi menjauh?
Aku akhirnya menikah dengannya. Ya....menikah dengannya. Tidak butuh waktu lama dan sama sekali tidak pernah berani kuletakkan dalam mimpi dan harapan. Sejak batu karang dan gelombang pasang menghempas perjalanan hidupku, aku tak pernah lagi berangan jauh. Bahkan melamunkannya pun aku tak ingin.
Allah itu Mahaadil. Mahapengasih dan Mahapenyayang. Beribu-ribu kalimat ALHAMDULILLAH.......terucap dari bibirku.
Ini adalah pembuka cerita dalam bingkai blog kehidupanku. Setelah sekian lama melupakan menulis walau hanya dalam blog. Ini akan berlanjut. Insya Allah......
Kenangan itu adalah yang paling terindah buatku. Dia memintaku menikah dengannya. Perempuan mana yang tidak merasa tersanjung dengan hal itu.
Berawal dari sapaan di facebook. Bersambung dengan obrolan. Lalu bertukar nomor ponsel dan berkomunikasi melalui gawai. Terus begitu dan terus begitu. Lalu beberapa kali ia berupaya jumpa darat.
"Aku sudah beberapa kali kecewa dan gagal menikah. Ada yang mengganjal yang membuatku membatalkan menikahi wanita, terutama restu ibuku. Ayo ke rumahku kukenalkan pada orangtuaku," begitu ajaknya kepadaku suatu hari.
Lalu akupun bertemu dan berkenalan dengan orangtuanya. Ayahnya petani dan hanya tamatan SMP. Ibunya guru di sekolah berbasis agama. Mereka dengan keluguannya, sangat menarik. Sederhana, dan polos.
Aku cerita semua kisah hidupku pada ibunya. Semua. Tidak ada yang kukurangi. Apa adanya. Jikalaupun nanti ibunya tidak merestui atau tidak yakin padaku, aku katakan saat itu bahwa aku dan dia bisa melanjutkan hubungan sebagai saudara, dan aku sudah siap mental untuk itu. Karena sejak perjalanan hidupku yang terhempas batu karang, aku sudah tidak pernah lagi terlalu banyak berharap dan berangan-angan jauh. Jalani saja apa adanya.
Esoknya, sepulang dari rumahnya, ia bilang padaku, bahwa Ibunya menanyakan kapan dia melamarku. Allahu Akbar.......secepat inikah? Setelah semua hempasan karang dan gelombang pasang kehidupan baru saja pergi menjauh?
Aku akhirnya menikah dengannya. Ya....menikah dengannya. Tidak butuh waktu lama dan sama sekali tidak pernah berani kuletakkan dalam mimpi dan harapan. Sejak batu karang dan gelombang pasang menghempas perjalanan hidupku, aku tak pernah lagi berangan jauh. Bahkan melamunkannya pun aku tak ingin.
Allah itu Mahaadil. Mahapengasih dan Mahapenyayang. Beribu-ribu kalimat ALHAMDULILLAH.......terucap dari bibirku.
Ini adalah pembuka cerita dalam bingkai blog kehidupanku. Setelah sekian lama melupakan menulis walau hanya dalam blog. Ini akan berlanjut. Insya Allah......
Langganan:
Postingan (Atom)